Senin, 29 Juni 2009

nikmatnya menjadi ibu

bahagianya menjadi ibu, kita bisa bercanda, tertawa, bersama anak2 kita di saat kapanpun. Kita bisa dihibur lewat kelucuan mereka, kita bisa memberikan apapun yang kita punya.

Jumat, 26 Juni 2009

belajar cara belajar

Tips Dan Trik Cara Belajar Yang Baik Untuk Ujian / Ulangan Pelajaran Sekolah Bagi Siswa SD, SMP, SMA Serta Mahasiswa
Sun, 06/05/2007 - 10:48pm — godam64

Belajar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa. Belajar pada umumnya dilakukan di sekolah ketika jam pelajaran berlangsung dibimbing oleh Bapak atau Ibu Guru. Belajar yang baik juga dilakukan di rumah baik dengan maupun tanpa pr / pekerjaan rumah. Belajar yang dilakukan secara terburu-buru akibat dikejar-kejar waktu memiliki dampak yang tidak baik.

Berikut ini adalah tips dan triks yang dapat menjadi masukan berharga dalam mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan atau ujian :

1. Belajar Kelompok
Belajar kelompok dapat menjadi kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan karena ditemani oleh teman dan berada di rumah sendiri sehingga dapat lebih santai. Namun sebaiknya tetap didampingi oleh orang dewasa seperti kakak, paman, bibi atau orang tua agar belajar tidak berubah menjadi bermain. Belajar kelompok ada baiknya mengajak teman yang pandai dan rajin belajar agar yang tidak pandai jadi ketularan pintar. Dalam belajar kelompok kegiatannya adalah membahas pelajaran yang belum dipahami oleh semua atau sebagian kelompok belajar baik yang sudah dijelaskan guru maupun belum dijelaskan guru.

2. Rajin Membuat Catatan Intisari Pelajaran
Bagian-bagian penting dari pelajaran sebaiknya dibuat catatan di kertas atau buku kecil yang dapat dibawa kemana-mana sehingga dapat dibaca di mana pun kita berada. Namun catatan tersebut jangan dijadikan media mencontek karena dapat merugikan kita sendiri.

3. Membuat Perencanaan Yang Baik
Untuk mencapai suatu tujuan biasanya diiringi oleh rencana yang baik. Oleh karena itu ada baiknya kita membuat rencana belajar dan rencana pencapaian nilai untuk mengetahui apakah kegiatan belajar yang kita lakukan telah maksimal atau perlu ditingkatkan. Sesuaikan target pencapaian dengan kemampuan yang kita miliki. Jangan menargetkan yang yang nomor satu jika saat ini kita masih di luar 10 besar di kelas. Buat rencana belajar yang diprioritaskan pada mata pelajaran yang lemah. Buatlah jadwal belajar yang baik.

4. Disiplin Dalam Belajar
Apabila kita telah membuat jadwal belajar maka harus dijalankan dengan baik. Contohnya seperti belajar tepat waktu dan serius tidak sambil main-main dengan konsentrasi penuh. Jika waktu makan, mandi, ibadah, dan sebagainya telah tiba maka jangan ditunda-tunda lagi. Lanjutkan belajar setelah melakukan kegiatan tersebut jika waktu belajar belum usai. Bermain dengan teman atau game dapat merusak konsentrasi belajar. Sebaiknya kegiatan bermain juga dijadwalkan dengan waktu yang cukup panjang namun tidak melelahkan jika dilakukan sebelum waktu belajar. Jika bermain video game sebaiknya pilih game yang mendidik dan tidak menimbulkan rasa penasaran yang tinggi ataupun rasa kekesalan yang tinggi jika kalah.

5. Menjadi Aktif Bertanya dan Ditanya
Jika ada hal yang belum jelas, maka tanyakan kepada guru, teman atau orang tua. Jika kita bertanya biasanya kita akan ingat jawabannya. Jika bertanya, bertanyalah secukupnya dan jangan bersifat menguji orang yang kita tanya. Tawarkanlah pada teman untuk bertanya kepada kita hal-hal yang belum dia pahami. Semakin banyak ditanya maka kita dapat semakin ingat dengan jawaban dan apabila kita juga tidak tahu jawaban yang benar, maka kita dapat membahasnya bersama-sama dengan teman. Selain itu

6. Belajar Dengan Serius dan Tekun
Ketika belajar di kelas dengarkan dan catat apa yang guru jelaskan. Catat yang penting karena bisa saja hal tersebut tidak ada di buku dan nanti akan keluar saat ulangan atau ujian. Ketika waktu luang baca kembali catatan yang telah dibuat tadi dan hapalkan sambil dimengerti. Jika kita sudah merasa mantap dengan suatu pelajaran maka ujilah diri sendiri dengan soal-soal. Setelah soal dikerjakan periksa jawaban dengan kunci jawaban. Pelajari kembali soal-soal yang salah dijawab.

7. Hindari Belajar Berlebihan
Jika waktu ujian atau ulangan sudah dekat biasanya kita akan panik jika belum siap. Jalan pintas yang sering dilakukan oleh pelajar yang belum siap adalah dengan belajar hingga larut malam / begadang atau membuat contekan. Sebaiknya ketika akan ujian tetap tidur tepat waktu karena jika bergadang semalaman akan membawa dampak yang buruk bagi kesehatan, terutama bagi anak-anak.

8. Jujur Dalam Mengerjakan Ulangan Dan Ujian
Hindari mencontek ketika sedang mengerjakan soal ulangan atau ujian. Mencontek dapat membuat sifat kita curang dan pembohong. Kebohongan bagaimanapun juga tidak dapat ditutup-tutupi terus-menerus dan cenderung untuk melakukan kebohongan selanjutnya untuk menutupi kebohongan selanjutnya. Anggaplah dengan nyontek pasti akan ketahuan guru dan memiliki masa depan sebagai penjahat apabila kita melakukan kecurangan.

PENDIDIKAN USIA DINI YANG BAIK LANDASAN KEBERHASILAN PENDIDIKAN MASA DEPAN

Keberhasilan anak usia dini merupakan landasan bagi keberhasilan pendidikan pada jenjang berikutnya. Usia dini merupakan "usia emas" bagi seseorang, artinya bila seseorang pada masa itu mendapat pendidikan yang tepat, maka ia memperoleh kesiapan belajar yang baik yang merupakan salah satu kunci utama bagi keberhasilan belajarnya pada jenjang berikutnya.

Kesadaran akan pentingnya PAUD cukup tinggi di negara maju, sedangkan di Indonesia baru berlangsung pada  10 tahun yang lalu, dan hingga pada saat ini belum banyak disadari masyarakat begitu juga praktisi pendidikan

. Martin Luther (1483 - 1546)

Menurut Martin Luther tujuan utama sekolah adalah mengajarkan agama, dan keluarga merupakan institusi penting dalam pendidikan anak.

Pemikiran Martin Luther ini sejalan dengan tujuan madrasah (sekolah Islam) yaitu pendidikan agama Islam, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian integral dari agama Islam. Dengan demikian pendidikan di madrasah akan menghasilkan ulul-albaab (QS. 3 : 190 - 191), yaitu penguasaan iptek yang dapat digunakan dalam kehidupan dengan ahlak mulia, berdampak rahmatan lil alaminn, yang dijanjikan Allah akan ditingkatkan derajatnya (QS. 58 : 11).

. Jean - Jacques Rousseau (1712 - 1718)

Bukunya Du de 'education, menggambarkan cara pendidikan anak sejak lahir hingga remaja.

Menurut Rousseau: "Tuhan menciptakan segalanya dengan baik; adanya campur tangan manusia menjadikannya jahat (God make every things good; man meddles with them and they become evil).

Rousseau menyarankan "kembali ke alam" atau "back to nature", dan pendekatan yang bersifat alamiah dalam pendidikan anak yaitu : "naturalisme". Naturalisme berarti, pendidikan akan diperoleh dari alam, manusia atau benda, bersifat alamiah sehingga memacu berkembangnya mutu, seperti kebahagiaan, sportivitas dan rasa ingin tahu. Dalam prakteknya naturalisme menolak pakaian seragam (dress code), standarisasi keterampilan dasar yang minimum, dan sangat mendorong kebebasan anak dalam belajar.

Anak dibekali potensi bawaan (QS. 16 : 78) yaitu potensi indrawi (psikomotorik), IQ, EQ dan SQ. Semua manusia perlu mensyukuri pembekalan dari Allah SWT, dengan mengaktualisasikannya menjadi kompetensi.

. Johan Heindrich Pestalozzi (1746 - 1827)

Dalam bukunya "Emile" ia sangat terkesan dengan "back to nature". Ia mengintegrasikan kehidupan rumah, pendidikan vokasional dan pendidikan baca tulis. Pestalozzi yakin segala bentuk pendidikan adalah melalui panca indra dan melalui pengalamannya potensi untuk dikembangkan. Belajar yang terbaik adalah mengenal beberapa konsep dengan panca indra. Ibu adalah seorang pahlawan dalam dunia pendidikan, yang dilakukannya sejak awal kehidupan anak.

. Frederich Wilhelm Froebel (1782 - 1852)

Froebel menciptakan "Kindergarten" atau taman kanak-kanak, oleh karena itu ia dijadikan sebagai "bapak PAUD". Pandangan Froebel terhadap pendidikan dikaitkan dengan hubungan individu, Tuhan dan alam. Ia menggunakan taman atau kebun milik anak di Blankenburg Jerman, sebagai milik anak. Bermain merupakan metode pendidikan anak dalam "meniru" kehidupan orang dewasa dengan wajar. Kurikulum PAUD dari Froebel meliputi :

- Seni dan keahlian dalam konstruksi, melalui permainan lilin dan tanah liat, balok-balok kayu, menggunting kertas, menganyam, melipat kertas, meronce dengan benang, menggambar dan menyulam.

- Menyanyi dan kegiatan permainan.

- Bahasa dan Aritmatika.

Menurut Froebel guru bertanggung jawab dalam membimbing, mengarahkan agar anak menjadi kreatif, dengan kurikulum terencana dan sistematis.

Guru adalah manajer kelas yang bertanggung jawab dalam merencanakan, mengorganisasikan, memotivasi, membimbing, mengawasi dan mengevaluasi proses ataupun hasil belajar. Tanpa program yang sistematis penyelenggaraan PAUD bisa membahayakan anak.

. John Dewey (1859 - 1952)

John Dewey adalah seorang profesor di universitas Chicago dan Columbia (Amerika). Teori Dewey tentang sekolah adalah "Progressivism" yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child Centered Curiculum", dan "Child Centered School". Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas, seperti yang diungkapkan Dewey dalam bukunya "My Pedagogical Creed", bahwa pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan datang. Aplikasi ide Dewey, anak-anak banyak berpartisipasi dalam kegiatan fisik, baru peminatan.

Bandingkan pendapat Dewey tsb dengan sabda Rasulullah SAW "didiklah anak-anakmu untuk jamannya yang bukan jamanmu"

. Maria Montessori (1870 - 1952)

Sebagai seorang dokter dan antropolog wanita Italy yang pertama, ia berminat terhadap pendidikan anak terbelakang, yang ternyata metodenya dapat digunakan pada anak normal.

Tahun 1907 ia mendirikan sekolah "Dei Bambini" atau rumah anak di daerah kumuh di Roma. Metode Montessori adalah pengembangan kecakapan indrawi untuk menguasai iptek untuk diorganisasikan dalam pikirannya, dengan menggunakan peralatan yang didesain khusus. Belajar membaca dan menulis diajarkan bersamaan. Montessori berpendapat anak usia 2 - 6 tahun paling cepat untuk belajar membaca dan menulis. Kritik terhadap Montessori adalah karena kurang menekankan pada perkembangan bahasa dan sosial, kreatifitas, musik dan seni.

Ijtihad dengan hasil yang benar bernilai dua, apabila hasilnya salah nilainya satu, sedangkan taklid atau mengikuti bernilai nol, jadi berfikir kreatif itu dikehendaki oleh Allah SWT.

. McMiller Bersaudara

Rachel dan Margaret mendirikan sekolah Nursery yang pertama di London pada tahun 1911. sekolah ini mementingkan kreatifitas dan bermain termasuk seni.

. Jean Piaget (1896 - 1980)

Ilmuwan Swiss ini tertarik pada ilmu pengetahuan proses belajar dan berfikir, meskipun ia sendiri ahli dalam biologi. Menurut Piaget ada tiga cara anak mengetahui sesuatu :

Pertama, melalui interaksi sosial, Kedua, melalui interaksi dengan lingkungan dan pengetahuan fisik, Ketiga, Logica Mathematical, melalui konstruksi mental.

. Benjamin Bloom

Bloom (1964) mengamati kecerdasan anak dalam rentang waktu tertentu, yang menghasilkan taksanomi Bloom. Kecerdasan anak pada usia 15 tahun merupakan hasil PAUD. Pendapat ini dukung oleh Hunt yang menyatakan bahwa PAUD memberi dampak pada pengembangan kecerdasan anak selanjutnya.

. David Werkart

Metode pengajarannya menggunakan prinsip-prinsip :
- Memberikan lingkungan yang nyaman,
- Memberikan dukungan terhadap tingkah laku dan bahasa anak,
- Membantu anak dalam menentukan pilihan dan keputusan,
- Membantu anak dalam menyelesaikan masalahnya sendiri dengan melakukannya sendiri.
Werkart mendirikan lembaga High Scope Education (1989).


Layanan bagi Anak Usia Dini

Anak usia dini meliputi usia 0 - 6 tahun. Pada usia 0 - 2 tahun pertumbuhan fisik jasmaniah dan pertumbuhan otak dilakukan melalui yandu (pelayanan terpadu) antara Depertemen Kesehatan, Depsosial, BKKBN dan Depdiknas. Dalam program PAUD, diharapkan Depdiknas menjadi "Leading Sector".

Pada usia 2 - 4 tahun layanan dilakukan melalui penitipan anak (TPA) atau Play Group. Pada usia 4 - 6 tahun layanan dilakukan melalui Taman Kanak-kanak (TK - A dan TK - B).

Perkembangan Kepribadian dan Kognitif Anak Usia Dini

. Teori perkembangan Psikososial Erikson

Ada empat tingkat perkembangan anak menurut Erikson, yaitu :

Pertama, usia anak 0 - 1 tahun yaitu trust Vs mistrust. Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi menimbulkan "trust" pada bayi terhadap lingkungannya. Apabila sebaliknya akan menimbulkan "mistrust" yaitu kecemasan dan kecurigaan terhadap lingkungan.

Kedua, usia 2 - 3 tahun, yaitu autonomy Vs shame and doubt. Pengasuhan melalui dorongan untuk melakukan apa yang diinginkan anak, dan sesuai dengan waktu dan caranya sendiri dengan bimbingan orang tua/guru yang bijaksana, maka anak akan mengembangkan kesadaran autonomy. Sebaliknya apabila guru tidak sabar, banyak melarang anak, menimbulkan sikap ragu-ragu pada anak. Jangan membuat anak merasa malu.

Ketiga, usia 4 - 5 tahun, yaitu Inisiative Vs Guilt, yaitu pengasuhan dengan memberi dorongan untuk bereksperimen dengan bebas dalam lingkungannya. Guru dan orang tua tidak menjawab langsung pertanyaan anak (ingat metode Chaining nya Gagne), maka mendorong anak untuk berinisiatif sebaliknya, bila anak selalu dihalangi, pertanyakan anak disepelekan, maka anak akan selalu merasa bersalah.

Keempat, usia 6 - 11 tahun, yaitu Industry Vs Inferiority, bila anak dianggap sebagai "anak kecil" baik oleh orang tua, guru maupun lingkungannya, maka akan berkembang rasa rendah diri, dampaknya anak kurang suka melakukan tugas-tugas yang bersifat intelektual, dan kurang percaya diri.

. Teori perkembangan Konitif Piaget

Ada tiga tahapan perkembangan kognitif anak menurut piaget, yaitu :

Pertama, tahap sensori motorik (usia 0 - 2 tahun) anak mendapatkan pengalaman dari tubuh dan indranya.

Kedua, tahap praoperasional. Anak berusaha menguasai simbol-simbol, (kata-kata) dan mampu mengungkapkan pengalamannya, meskipun tidak logis (pra-logis). Pada saat ini anak bersifat ego centris, melihat sesuatu dari dirinya (perception centration), yaitu melihat sesuatu dari satu ciri, sedangkan ciri lainnya diabaikan.

Ketiga, tahap operasional kongkrit. Pada tahap ini anak memahami dan berfikir yang bersifat kongkrit belum abstrak.

Keempat, tahap operasional formal. Pada tahap ini anak mampu berfikir abstrak.

Kurikulum PAUD

Kurikulum TK dikembangkan berdasarkan integrated curriculum (kurikulum terintegrasi) dengan pendekatan tematik. Kurikulum diorganisasikan melalui suatu topik atau tema. Katz dan Chard (1989) yang dikutip oleh Soemiarti Patmonodewo (2003) menetapkan kriteria untuk memilih tema yaitu: ada keterkaitannya, kesempatan untuk menerapkan keterampilan, kemungkinan adanya sumber, minat guru.

Bahan-bahan untuk mengembangkan tema antara lain :
a) Lingkungan anak seperti : rumah, keluarga, sekolah, permainan, diri sendiri.
b) Lingkungan : kebun, alat transportasi, pasar, toko, museum.
c) Peristiwa : 17 Agustus, hari Ibu, upacara perkawinan.
d) Tempat : Jalan raya, sungai, tempat bersejarah
e) Waktu : jam, kalender, dan sebagainya.

Program PAUD

. Day Care atau TPA (Taman Penitipan Anak), yang berfungsi sebagai pelengkap pengasuhan orang tua. TPA dirancang khusus dengan program dan sarananya, untuk membantu pengasuhan anak selama ibunya bekerja. Pengasuhan dilakukan dalam bentuk peningkatan gizi, pengembangan intelektual, emosional dan sosial anak. TPA di Indonesia sudah berkembang dalam bentuk: TPA perkantoran, TPA perumahan, TPA industri, TPA perkebunan, TPA pasar. Sekarang banyak bermunculan TPA keluarga, yang diselenggarakan di rumah-rumah.

. Pusat pengembangan anak yang terintegrasi yang memberikan pelayanan perbaikan gizi dan kesehatan dengan tujuan peningkatan kualitas hidup anak. Di Indonesia dikenal dengan nama Posyandu (pos pelayanan terpadu) yang memberikan pelayanan makanan bergizi, imunisasi, penimbangan berat badan anak, layanan kesehatan oleh dokter, pemeriksaan kesehatan keluarga berencana. Pelatih dan pelaksana semuanya relawan yang sebelumnya mendapat pelatihan.

. Pendidikan Ibu dan Anak

Yang menjadi tujuan adalah pendidikan ibu yang memiliki balita, dalam hal pendidikan dan pengasuhan anak.

Pola pendidikan seperti ini berkembang menjadi HIPPY (Home Instruction Programme for Preschool Youngster) di Israel Pendidikan orang dewasa dengan pendekatan kelompok juga dilaksanakan oleh Indonesia, Cina, Jamaica, dan Kolumbia.

Di Indonesia dikenal dengan program Bina Keluarga Balita, yang dikoordinasikan oleh Meneg Urusan Peranan Wanita dan BKKBN dengan bantuan UNICEF, yang dilaksanakan sejak 1980.

. Program Melalui Media

Media yang digunakan bisa media cetak, TV, Radio, dan Internet. Tahun 1980 Venezuela program dengan media dikenal sebagai "Project to Familia", dengan tujuan untuk meningkatkan kecerdasan anak sejak lahir hingga usia 6 tahun, yang diberikan kepada Ibu. Program melalui TV saat ini bisa mengangkat jauh ke pelosok desa.

. Program "Dari Anak Untuk Anak"

Pengasuhan adik oleh kakaknya terjadi secara spontan. Kakaknya diajarkan tentang pentingnya vaksinasi, gizi, dab bagaimana mendorong adik untuk berbicara, mengajak bermain, dan menyuapi adik, yang kemudian dipraktekkan dirumah. Pola ini punya beberapa keuntungan antara lain yaitu :

- Si Kakak, telah mendapatkan keterampilan untuk menjadi orang tua dengan pola pengasuhan anak yang baik.

- Si Kakak ini bisa menularkan keterampilannya kepada teman sebayanya.

- Keterampilan si kakak tadi dapat diterapkan dilingkungannya.

Program ini dilakukan di sekolah formal dengan bekerja sama dengan pusat kesehatan, BKKBN, Departemen sosial dan pramuka. Program ini untuk pertama kalinya dilakukan di London.

. "Head Start" di Amerika

Tujuan "Head Start" adalah untuk memerangi kemiskinan, dengan cara membantu anak-anak untuk mempersiapkan mereka memasuki sekolah. Head Start memberikan sarana pendidikan, sosial, kesehatan, gigi, gizi dan kesehatan mental anak-anak yang berasal dari keluarga miskin.

. Taman Kanak-kanak atau Kindergarten

TK merupakan buah fikiran Froebel dari Jerman, melalui konsep belajar melalui bermain yang berdasarkan minat anak, dimana anak sebagai pusat (child centered). Pola belajar sebelumnya adalah teacher centered seperti yang dilaksanakan di Amerika dengan menitikberatkan pada mata pelajaran.

The Nebraska Department of Education di Amerika memberikan saran tentang bentuk TK yang baik yaitu :

- Ada kerjasama sekolah dan orang tua dalam memberi pengalaman belajar bagi anak.

- Pengalaman anak hendaknya dirancang untuk terjadi exploration and discovery, tidak hanya duduk dengan kertas diatas meja.

- Anak belajar melalui alat permainan.

- Anak belajar menyukai buku dan bahasa melalui kegiatan bercerita dengan bahasanya sendiri.

- Anak melakukan kegiatan sehari-hari melatih motorik kasar dan halus, dengan berlari, melompat, melambung bola, menjahit, kartu, bermain dengan lilin,

- Anak berlatih mengembangkan logika matematika, dengan bermain pasir, unit balok, alat bantu hitung, .

- Anak berlatih mengembangkan rasa ingin tahu tentang alam, melalui pengamatan percobaan dan menarik kesimpulan.

- Anak mengenal berbagai irama musik dan alatnya.

- Anak berlatih menyukai seni.

Semua kegiatan TK dirancang untuk mengembangkan self image yang positif, serta sikap baik pada teman dan sekolah; dengan bermain sebagai media belajar.

Beberapa Model Penyelenggaraan TK

Pengasuhan bagi anak-anak dapat dilakukan secara home based atau center based. Ada tiga model center based.

a) Model Montessori

Untuk pertama kalinya, sekolah model Montessori didirikan pada tahun 1907 di Breka di Italia, dan beberapa tahun kemudian berkembang di Eropa.

Beberapa filsafat Montessori dalam belajar yaitu :

- Absorbent minds (ingatan yang meresap)

- The prepared environment (limgkungan yang dipersiapkan).

- Sensitive period (periode sensitive)

Alat-alat yang digunakan dalam pendidikan model Montessori terbagi dalam empat kelompok, yaitu:

- Alat pengembangan keterampilan, untuk menumbuhkan disiplin diri, kemandirian, konsentrasi dan kepercayaan diri.

- Alat pengembangan fungsi sensoris untuk memperhalus fungsi indra.

- Alat pengembangan akademis, seperti huruf-huruf yang bisa ditempelkan di papan.

- Alat pengembangan artistik yang berorientasi pada budaya, agar anak belajar menyukai dan menghargai musik, belajar seni dan keselarasan musik.

Dalam model Montessori, anak bebas memilih aktifitas, yang berhubungan dengan "auto - education" dimana anak harus mendidik diri sendiri tanpa di dikte guru.

Secara keseluruhan, menurut American Montessori Society (1984), tujuan pendidikan Montessori adalah :

- Pengembangan konsentrasi,

- Keterampilan mengamati,

- Keselarasan memahami tingkatan dan urutan,

- Koordinasi kesadaran dalam melakukan persepsi dan keterampilan praktis.

- Konsep yang bersifat matematis,

- Keterampilan membaca dan menulis,

- Keterampilan berbahasa,

- Terbiasa dengan kesenian yang kreatif,

- Memahami dunia alam lingkungan,

- Memahami ilmu sosial,

- Berpengalaman dalam menyelesaikan masalah

b) Model Tingkah Laku

Model ini didasarkan atas teori John B. Watson, E Thorn dan B.F Skinner, yang meyakini bahwa tingkah laku dapat dibentuk dengan "stimulus" dan "respons", dan "operant conditioning". Tingkah laku dikontrol oleh "reward" dan "punishment". Model ini kurang memperhatikan pengembangan fisik dan emosi, karena mereka berpendapat bahwa anak akan memperoleh "Self Esteem" apabila anak berhasil dalam prestasi intelektualnya.

c) Model Interaksionis

Model ini didasari oleh teori Piaget, contohnya adalah program "The High Scope" yang dikembangkan oleh David Weikart, "Educating the Young Thinker" yang dikembangkan oleh Irvan Siegel dalam "Piaget of Early Education" yang dikembangkan oleh Contance Kamii dan Rheta Devries.

Menurut Piaget, belajar adalah proses yang didasarkan atas "Intrinsic Motivation". Kemampuan berfikir tumbuh hingga tahapan berfikir abstrak dan logis.

Tujuan model ini adalah untuk menstimulasi seluruh area perkembangan anak, baik fisik, sosial, emosional maupun perkembangannya kognitif, yang kesemuanya dianggap sama pentingnya.

Kamii dan Devries (1979) menyatakan bahwa pendidikan harus bertujuan jangka panjang, suatu perkembangan dari seluruh kepribadian, intelektual dan moral.

Piaget menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menyiapkan manusia yang mampu membuat sesuatu yang baru, kreatif, berdaya cipta, nalar dengan baik, kritis, dan bukan hanya mengulangi dan meniru sesuatu yang telah terjadi dahulu.

Bermain Sebagai Proses Belajar

Bermain merupakan proses pembelajaran di TK, yang berupa bermain bebas, bermain dengan bimbingan dan bermain yang diarahkan. Bentuk-bentuk bermain antara lain bermain sosial, bermain dengan benda dan bermain sosio dramatis.

Bermain sosial terdiri dari bermain seorang diri (solitary play), bermain dimana anak hanya sebagai penonton (onlooker play), bermain paralel (parallel play), bermain asosiatif (associative play) dan bermain kooperatif (cooperative play).

Perkembangan Tingkah Laku dan Bermain

Bayi bermain dalam tingkat sensori motoris, dengan menjelajahi benda dan manusia yang ditemuinya, dan menyelidikinya. Pada akhir usia satu tahun ia mulai bermain dengan Ciluk - Ba. Kemudian ia bermain dengan menggunakan alat, dan pada usia menjelang sekolah ia bermain konstruktif, dengan benda dan beberapa aturan. Anak usia 3 tahun dapat bermain dengan berperan sebagai keluarga. Anak bisa bermain dengan peraturan, pada usia 7 - 12 tahun dan menunjukkan bahwa ia berada pada tahap kongkrit operasional.

Hubungan Orang Tua dan PAUD

Orang tua merupakan guru yang pertama bagi anak-anaknya. Apabila ada kerjasama antara orang tua dan anak akan menghasilkan :

- Peningkatan konsep diri pada orang tua dan anak,

- Peningkatan motivasi belajar, dan

- Peningkatan hasil belajar.

Keterlibatan orang tua, ada tiga kemungkinan, yaitu :

- Orientasi pada tugas.

- Orientasi pada proses.

- Orientasi pada perkembangan.

Komunikasi antara sekolah dengan orang tua bisa bersifat komunikasi resmi atau tidak resmi, kunjungan ke rumah, pertemuan orang tua, dan laporan berkala.

*Penulis adalah pengasuh pondok pesantren Darul Ma'arif Bandung

BERMAIN DAN BELAJAR PADA ANAK USIA DINI (USIA 3 -6 TAHUN)

BERMAIN DAN BELAJAR PADA ANAK USIA DINI (USIA 3 -6 TAHUN)
Oleh Mintarsih Arbarini

A. Hakikat Bermain bagi Anak Usia Dini
Bermain adalah dunia kerja anak usia dini dan menjadi hak setiap anak untuk bermain tanpa dibatasi usia. Bermain merupakan pengalaman langsung yang efektif dilakukan anak usia dini dengan atau tanpa alat permainan. Bagi anak, bermain dijadikan sebagai kesempatan yang menyenangkan karena anak melakukannya dengan sukarela, spontan dan tanpa beban. Ketika bermain anak bereksplorasi, menemukan sendiri hal yang sangat membanggakan, mengembangkan diri dalam berbagai perkembangan emosi, sosial, fisik, dan intelektualnya. Melalui bermain anak dapat memetik berbagai manfaat bagi perkembangan aspek fisik - motorik, kecerdasan, dan sosial emosional. Ketiga aspek ini saling menunjang satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Dengan kegiatan bermain anak dapat belajar berbagai ketrampilan dengan senang hati tanpa merasa terpaksa atau dipaksa untuk mempelajarinya.

B. Manfaat Bermain
Dunia anak adalah dunia bermain. Kebutuhan bermain sudah dimulai sejak bayi bias mendengar dan melihat dengan jelas. Warna yang mencolok dan bunyi yang berdering akan menjadi pusat perhatian si kecil yang berusia kurang dari satu tahun. Kemudian semakin berkembang dengan keinginan melihat, memegang, dan melempar. Inilah awal bentuk bermain bagi anak, yang selanjutnya kesehariannya tidak akan lepas dari kesenangannya bermain. Dari bermain itulah anak mendapatkan berbagai manfaat dalam proses perkembangan seluruh potensi yang dimilikinya. Manfaat bermain bagi anak usia dini meliputi:

1. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek fisik
Ketika bermain anak mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, sehingga membuat tubuh anak menjadi sehat.selain itu, anggota tubuh mendapat kesempatan untuk digerakkan, dan anak juga dapat menyalurkan tenaga (energi) yang berlebihan sehingga anak tidak merasa gelisah.
2. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek motorik kasar dan motorik halus
Aspek motorik kasar dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain, misalnya anak yang bermain kejar-kejaran untuk menangkap temannya. Aspek motorik halus dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain mewarnai, menggambar bentuk-bentuk tertentu atau meronce berbagai bentuk dengan variasi berbagai bahan.
3. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek sosial
Dengan bermain anak belajar berkomunikasi dengan sesama teman baik dalam hal mengemukakan isi pikiran dan perasaannya maupun memahami apa yang diucapkan oleh teman,sehingga hubugan dapat terbina dan dapat saling tukar informasi.
4. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek emosi atau kepribadian
Melalui bermain anak dapat melepaskan ketegangan yang dialaminya dalam hidupnya sehari-hari. Selain itu, bermain bersama sekelompok teman anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya sehingga dapat membantu pembentukan konsep diri, rasa percaya diri, dan harga diri karena ia merasa mempunyai kompetensi tertentu.
5. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek kognitif
Pada usia dini anak diharapkan menguasai berbagai konsep seperti warna, ukuran, bentuk, arah, besaran sebagai landasan untuk belajar menulis, bahasa, matematika, dan ilmu pengetahuan sosial. Pemahaman konsep-konsep ini lebih mudah diperoleh jika dilakukan melalui kegiatan bermain.
6. Manfaat bermain untuk mengasah ketajaman penginderaan
Penginderaan menyangkut penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan. Melalui kegiatan bermain kelima aspek penginderaan dapat diasah agar anak menjadi lebih tanggap atau peka terhadap hal-hal yang berlangsung di lingknungan sekitarnya.
7. Manfaat bermain untuk mengembangkan keterampilan olahraga dan menari
Dalam kegiatan bermain olahraga anak melakukan gerakan-gerakan olahraga seperti berlari, melompat, menendang dan melempar bola sehingga anak akan memiliki tubuh yang sehat,kuat dan cekatan. Dalam kegiatan menari anak melakukan gerakan-gerakan yang lentur dan tidak canggung-canggung sehingga anak akan memiliki rasa percaya diri.

C. Alasan Anak Suka Bermain
Bermain pada awalnya belum mendapat perhatian khusus dari para ahli ilmu jiwa, karena terbatasnya pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak dan kurangnya perhatian terhadap perkembangan anak. Salah satu tokoh yang dianggap berjasa untuk meletakkan dasar tentang bermain adalah seorang filsuf Yunani yang bernama Plato. Plato dianggap sebagai orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain. Secara garis besar, ada dua macam teori yang mencoba menjawab alasan mengapa anak suka bermain yaitu teori Klasik dan teori Modern.
Teori Klasik menerangkan 4 ( empat ) alasan mengapa anak suka bermain dengan dasar antara lain:
1. Kelebihan Energi
Teori ini didukung oleh Herbert Spencer (pada abad 19) yang menyatakan bahwa anak memiliki energi yang digunakan untuk mempertahankan hidup. Jika kehidupannya normal, maka anak kelebihan energi yang selanjutnya digunakan untuk bermain seperti berlari, melompat, bergulingan atau berbagai kegiatan yang menjadi ciri khas kegiatan anak. Kebanyakan orang tua atau guru menggunakan teori ini misalnya anak sulit untuk diajak tenang, orang tua atau guru mengajak anak untuk bermain yang sedikit menguras tenaga, setelah itu anak lebih mudah untuk duduk dengan tenang.
2. Rekreasi dan Relaksasi
Teori ini didukung oleh seorang penyair Jerman bernama Moritz Lazarus (abad 19) yang menyatakan bahwa bermain untuk menyegarkan kembali tubuh. Jika energi sudah digunakan untuk melakukan pekerjaan, anak-anak menjadi lelah dan kurang bersemangat. Dengan bermain, anak-anak memperoleh kembali energi sehingga mereka lebih aktif dan bersemangat kembali.
3. Insting
Teori ini diajukan oleh Karl Groos (abad 19) yang menyatakan bahwa bermain merupakan sifat bawaan (insting) yang berguna untuk mempersiapkan diri melakukan peran orang dewasa. Jika anak berpura-pura menjadi seorang ibu, ayah, atau guru maupun profesi yang lain, hal itu akan sangat penting bagi kehidupannya kelak ketika anak benar-benar menjadi profesi tersebut. Tujuan bermain disini adalah sebagai sarana latihan dan mengelaborasi ketrampilan yang diperlukan saat dewasa nanti.
4. Rekapitulasi
Teori ini dikemukakan oleh G. Stanley Hall, seorang profesor psikologi dan paedagogi (abad 19). Teori ini menyatakan bahwa bermain merupakan peristiwa mengulang kembali apa yang telah dilakukan oleh nenek moyangnya dan sekaligus untuk mempersiapkan diri dalam hidup pada jaman sekarang. Anak-anak suka bermain pasir, air, tanah, dan batu seakan-akan mengulang permainan manusia prasejarah.
Teori Modern memandang bermain sebagai bagian dari perkembangan anak, baik kognitif, emosional, maupun sosial anak. Berikut ini beberapa teori yang mendasari alasan mengapa anak suka bermain.
1. Teori Psikoanalisa
Menurut Freud, bermain sama seperti fantasi atau lamunan. Melalui bermain atau berfantasi seseorang dapat memproyeksikan harapan-harapan maupun konflik pribadi. Anak dapt mengeluarkan semua perasaan negatif, seperti pengalaman tidak menyenangkan atau traumatik dan harapan-harapan yang tidak terwujud dalam realita melalui bermain. Dengan mengulang-ulang pengalaman negatif melalui bermain, menyebabkan anak dapat mengatasi kejadian yang tidak menyenangkan karena anak dapat membagi pengalaman tersebut ke dalam bagian-bagian kecil yang dapat dikuasainya. Secara perlahan dia dapat mengasimilasi emosi negatif berkenaan dengan pengalamannya sehingga timbul perasaan lega. Bermain juga mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan sosialnya (Erikson, 1963). Dan, bermain juga memungkinkan anak untuk mengekspresikan perasaannya secara leluasa tanpa tekanan batin.
2. Teori Perkembangan Kognitif
Para tokoh yang tergabung dalam teori kognitif antara lain Jean Piaget, Vygotsky, Bruner, sutton Smith serta Singer. Bermain merupakan bagian dari perkembangan kognitif anak. Bermain juga merupakan proses berpikir secara fleksibel dan proses pemecahan masalah. Pada saat bermain anak dihadapkan pada berbagai situasi, kondisi, teman, dan objek nyata maupun imajiner yang memungkinkan menggunakan berbagai kemampuan berpikir dan memecahkan masalah. Bermain dengan objek di lingkungannya merupakan cara anak belajar. Dengan berinteraksi dengan objek dan orang anak menggunakannya untuk berbagai keperluan mengkonstruksi pemahaman tentang objek, orang, dan situasi.
3. Teori Belajar Sosial
Teori ini menjelaskan bahwa bermain merupakan alat untuk sosialisasi. Dengan bermain dengan anak lain, anak akan mengembangkan kemampuan memahami perasaan, ide, dan kebutuhan orang lain yang merupakan dasar dari kemampuan sosial. Piaget juga menemukan bahwa bermain dimulai dari bermain sendiri (soliter play), sampai bermain secara kooperatif (cooperatif play) yang menunjukkan adanya perkembangan sosial anak. Vygotsky menyatakan bahwa pada saat bermain anak menunjukkan kemampuan di atas biasanya, di atas perilaku kesehariannya, dan seakan-akan ia lebih tinggi dari sebenarnya.

D. Esensi Bermain
Meskipun permainan anak-anak di seluruh dunia dari waktu ke waktu berbeda-beda, tampaknya esensinya tetap sama yaitu antara lain:
1. Aktif
Pada hampir semua permainan anak aktif secara fisik maupun psikis. Anak melakukan eksplorasi, investigasi, eksperimentasi, dan ingin tahu tentang orang, benda, maupun kejadfian. Anak menggunakan berbagai benda untuk bermain. Mereka juga menggunakan benda untuk merepresentasikan benda lainnya. Misalnya sebuah balok kayu dapat menjadi mobil, sehingga anak pura-pura menggerakkan balok kayu tersebut seperti gerakan mobil sambil bersuara menirukan suara mobil. Anak juga suka bermain dengan berbagai gerakan seperti berlari, mengejar, menangkap, dan melompat. Jadi pada saat bermain anak aktif melakukan berbagai kegiatan baik fisik maupun psikis.
2. Menyenangkan
Kegiatan bermain tampak sebagai kegiatan yang bertujuan untuk bersenang-senang. Meskipun tidak jarang bermain menimbulkan tangis diantara anak yang terlibat, anak-anak menikmati permainannya, mereka bernyanyi, tertawa, berteriak lepas dan ceria seakan-akan tidak memiliki beban.
3. Voluntir dan motivasi internal
Anak ikut dalam suatu kegiatan bermain secara sukarela. Mereka termotivasi dari dalam dirinya (motivasi internal) untuk ikut bermain. Bentuk permainannya juga dipilih dan ditentukan bersama. Begitu pula peran masing-masing anak ditentukan secara adil sesuai aturan yang berlaku.
4. Memiliki aturan
Setiap permainan ada aturannya. Untuk permainan petak umpet misalnya, ada aturan baik untuk menentukan anak yang akan berperan sebagai pencari dan yang dicari misalnya denga cara ping sut atau hom pim pa. Anak yang ketahuan paling awal akan menjadi pencari berikutnya. Jika anak yang bersembunyi tidak kunjung ditemukan, mereka juga akan memberi tanda agar mereka bisa ditemukan oleh temannya yang mencari.
5. Simbolik dan berarti
Pada saat bermain anak menghubungkan antara pengalaman lampaunya yang tersimpan dengan kenyataan yang ada. Pada saat bermain anak dapat berpura-pura menjadi orang lain dan menirukan karakternya. Anak bisa menjadi polisi, guru, ayah, ibu, atau bayi. Jadi bermain memungkinkan anak menggunakan berbagai objek atau dirinya sebagai simbol dari benda-benda atau orang lain sehingga bermain disebut simbolik. Peran-peran yang dimainkan anak biasanya merepresentasikan peran-peran orang dewasa dalam masyarakatnya, sehingga kegiatan tersebut sangat berarti (meaningful) bagi kehidupan anak kelak.

E. Perkembangan Kemampuan Bermain
Pola perkembangan bermain menggambarkan pula perkembangan sosial anak. Terdapat enam tingkatan perkembangan bermain. Pada keenam bentuk kegiatan bermain tersebut terlihat adanya peningkatan kadar interaksi sosial, mulai dari kegiatan bermain sendiri sampai bermain bersama. Tahapan perkembangan bermain yang mencerminkan tingkat perkembangan sosial anak sebagai berikut:
1. Unoccupied Play
Pada unoccupied play sebenarnya anak tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan bermain, melainkan hanya mengamati kejadian di sekitarnya yang menarik perhatian anak. Bila tidak ada hal yang menarik, anak akan menyibukkan diri dengan melakukan berbagai hal seperti memainkan anggota tubuhnya. Mengikuti orang lain, berkeliling atau naik turun kursi tanpa tujuan yang jelas.
2. Solitary play (Bermain sendiri)
Pada mulanya anak asyik bermain sendiri. Sifat egosentris yang tinggi menyebabkan anak bermain sendiri dan tidak peduli apa yang dimainkan temannya di sekelilingnya. Perilakunya yang bersifat egosentris dengan ciri antara lain tidak ada usaha untuk berinteraksi dengan orang lain, mencerminkan sikap memusatkan perhatian pada diri sendiri dan kegiatannya sendiri. Misalnya, anak menggunakan balok untuk membuat rumah, atau menjadi mobil-mobilan.
3. Onlooker play (Bermain dengan melihat cara temannya bermain)
Pada tahap ini anak yang tadinya bermain sendiri mulai melihat apa dan bagaimana temannya bermain. Ia sesekali berhenti bermain dan mengamati bagaimana temannya bermain. Sering anak menggunakan waktu yang cukup lama, asyik melihat temannya bermain. Jenis kegiatan bermain ini pada umumnya tampak pada anak berusia 2 (dua) tahun. Dapat juga tampak pada anak yang belum kenal dengan anak lain di suatu lingkungan baru, sehingga malu dan ragu-ragu untuk ikut bergabung dalam kegiatan bermain yang sedang dimainkan oleh anak-anak lainnya. Sambil mengamati anak mungkin juga mengajukan pertanyaan serta memperhatikan perilaku dan percakapan anak-anak yang diamatinya.
4. Paralel Play (Bermain paralel)
Bermain paralel tampak saat dua anak atau lebih bermain dengan jenis alat permainan yang sama dan melakukan gerakan atau kegiatan yang sama, tetapi bila diperhatikan tampak bahwa sebenarnya tidak ada interaksi diantara mereka. Mereka melakukan kegiatan yang sama, secara sendiri-sendiri pada saat yang bersamaan. Bentuk kegiatan bermain ini tampak pada anak-anak yang sedang bermain mobil-mobilan, membuat bangunan dari alat permainan lego atau balok-balok menurut kreasi masing-masing, bermain sepeda atau sepatu roda tanpa berinteraksi. Dengan melakukan kegiatan yang sama, anak dapat terlibat kontak dengan anak lain. Mereka melakukan kegiatan paralel, bukan kerja sama karena pada dasarnya mereka masih egosentris dan belum mampu memahami atau berbagi rasa dan kegiatan dengan anak lain.
5. Assosiative Play (Bermain asosiatif)
Pada tahap ini anak mulai bermain bersama, beramai-ramai. Bermain asosiatif ditandai dengan adanya interaksi antar anak yang bermain, saling tukar alat permainan, namun bila diamati akan tampak bahwa masing-masing anak sebenarnya tidak terlibat dalam kerja sama. Misalnya, anak sedang menggambar, mereka saling memberi komentar terhadap gambar masing-masing, berbagi pensil warna, ada interaksi diantara mereka tetapi sebenarnya kegiatan menggambar itu mereka lakukan sendiri-sendiri. Kegiatan bermain ini biasa terlihat pada anak usia pra sekolah. Kemampuan anak untuk dapat melakukan kerja sama dalam bermain bersama, tumbuhnya tergantung pada kesempatan yang dimilikinya untuk banyak bergaul dengan anak lain.
6. Cooperative Play (Bermain bersama)
Bermain bersama ditandai dengan adanya kerja sama atau pembagian tugas dan pembagian peran antara anak-anak yang terlibat dalam permainan untuk mencapai satu tujuan tertentu. Misalnya, bermain dokter-dokteran, bekerja sama membuat karya bangunan dari balok-balok dan semacamnya. Kegiatan bermain ini umumnya sudah tampak pada anak berusia 5 (lima) tahun, namun demikian perkembangannya tergantung pada latar belakang orang tua, sejauh mana orang tua memberi kesempatan dan dorongan agar anak mau bergaul dengan sesama teman.

F. Karakteristik Kegiatan Bermain
Beberapa karakteristik kegiatan bermain yang dilakukan oleh anak usia dini menurut Smith et al; Garvey;Rubin;Fein dan Vandenberg (dalam Mayke,2001:16) meliputi:
1. Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik, maksudnya muncul atas keinginan pribadi serta untuk kepentingaan sendiri.
2. Perasaan dari orang yang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh emosi-emosi yang positif. Kalaupun emosi positif tidak tampil, setidaknya kegiatan bermain mempunyai nilai (value) bagi anak. Kadang-kadang kegiatan bermain dibarengi oleh perasaan takut, misalnya saat harus meluncur dari tempat tinggi, namun anak mengulang-ulang kegiatan itu karena ada rasa nikmat yang diperolehnya.
3. Fleksibilitas yang ditandai mudahnya kegiatan beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lain.
4. Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil akhir. Saat bermain, perhatian anak-anak lebih terpusat pada kegiatan yang berlangsung dibandingkan tujuan yang ingin dicapai. Tidak adanya tekanan untuk mencapai prestasi membebaskan anak untuk mencoba berbagai variasi kegiatan. Karena itu bermain cenderung lebih fleksibel, karena tidak semata-mata ditentukan oleh sasaran yang ingin dicapai.
5. Bebas memilih, dan ciri ini merupakan elemen yang sangat penting bagi konsep bermain anak-anak kecil. Sebagai contoh, pada anak usia dini menyusun balok disebut bermain bila dilakukan atas kehendak anak. Tetapi dikategorikan bekerja bila ditugaskan oleh guru. Kebebasan memilih menjadi tidak begitu penting bila anak beranjak besar.
6. Mempunyai kualitas pura-pura. Kegiatan bermain mempunyai kerangka tertentu yang memisahkannya dari kehidupan nyata sehari-hari. Kerangka ini berlaku terhadap semua bentuk kegiatan bermain seperti bermain peran, menyusun balok-balok, menyusun kepingan gambar dan permainan sejenisnya. Realitas internal lebih diutamakan dari realitas eksternal karena anak memberi makna baru terhadap objek yang dimainkan dan mengabaikan objek yang sesungguhnya.


G. Alat Bermain
Alat bermain selain dapat dibeli di toko-toko mainan, juga dapat diperoleh dari sekeliling kita. Orangtua sering tidak memahami karena tidak mengetahui caranya dan membutuhkan daya kreativitas untuk memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitarnya dengan seefisien mungkin. Terdapat beberapa alat bermain dan permainan yang dapat digunakan untuk kegiatan bermain anak usia dini.

1. Alat bermain dari lingkungan anak
Kita dapat mengambilnya dari lingkungan alam sekitar kita. Lingkungan alam penuh dengan alat bermain dan permainan yang kita temukan misalnya bijia-bijian, batu-batuan, bambu, pelepah dan bunga pisang, bermacam-macam daun, serabut dan tempurung kelapa, lidi dan daun kelapa, mendong (bahan untuk tikar), tanah liat, dan kulit kerang. Selain itu alat permainan dari benda yang sebenarnya atau miniaturnya sehingga anak akan menyukainya misalnya benda-benda yang diperoleh dari toko besi antara lain; karet gelang, sekrup-sekrup, catut, tang, gergaji kecil, penggaris, berbagai ukuran paku, dan ampelas dari ukuran kasar ke halus. Dari toko makanan dan kue alat bermain yang diperoleh misalnya gelas plastik bekas, cup eskrim dan sendoknya, piring kertas, biskuit huruf, tusuk gigi, dan tusuk sate. Pemanfaatan dan semua pengumpulan alat bermain tersebut memerlukan perhatian baik dari segi keamanan maupun kesehatan yang menjadi bahan pemikiran utama.
2. Alat bermain air dan pasir
Begitu anak dapat berjalan tertatih-tatih, tanahlah yang sangat menarik baginya. Ketika anak bermain pasir perlu dipersiapkan tempat yang teduh. Besar dan letak ketinggian bak pasir perlu disesuaikan dengan ukuran anak yang akan bermain. Pasir yang dipilih dapat berupa pasir dari pantai maupun dari sungai. Untuk menjaga keamanan anak, sebaiknya pasir dibersihkan secara berkala dengan cara mencucinya. Air, pasir, dan tanah selalu dilengkapi dengan peralatan yang dapat digunakan untuk bereksplorasi. Berbagai peralatan untuk bermain seperti mangkuk plastik, ayakan pasir dari plastik, berbagai cetakan macam-macam bentuk, dan corong air senantiasa perlu ditambah dan diganti agar anak tidak merasa bosan dan mendapat berbagai pengalaman baru.
3. Alat bermain dari kekayaan alam
Daun-daunan kering, ranting maupun dahan kecil dapat digunakan untuk bermain, misalnya digunakan untuk membentuk maupun berkreasi dan menghasilkan suatu karya. Bagus atau tidak karya itu, bukan menjadi masalah yang penting terjadi proses di dalam diri anak. Benda-benda yang berasal dari hasil tambang atau hasil laut perlu diperkenalkan pada anak, misalnya kerang, batu-batuan, dan tanah liat dapat menjadi karya yang bagus dengan dibimbing oleh pendidik.
4. Alat permainan edukatif
Alat permainan edukatif adalah alat permainan yang dirancang secara khusus untuk kepentingan pendidikan. Setiap alat permainan edukatif dapat difungsikan secara multiguna. Sekalipun masing-masing alat memiliki kekhususan untuk mengembangkan aspek perkembangan tertentu, namun tidak jarang satu alat bermain dapat meningkatkan lebih dari satu aspek perkembangan. Alat edukatif untuk membangun terdiri dari semua alat permainan yang dibuat dengan berbagai macam bahan seperti plastik, kayu, gabungan berbagai bahan yang dapat digunakan untuk mencipta bangunan. Alat ini dapat berbentuk balok-balok dengan berbagai macam ukuran kecil, sedang maupun besar. Selain itu alat permainan edukatif untuk melatih berbagai macam pengertian mengenai warna, bentuk, dan ukuran dibuat dari segala macam bahan. Misalnya kertas, plastik, kayu atau campuran berbagai bahan dapat untuk mengasah pengertian warna, bentuk dan ukuran yang tidak terkira mapun terduga.Beberapa contoh alat permainan edukatif misalnya lotto berwarna, puzzel, papan pasak, papan hitung, biji untuk meronce, kartu berpasangan, dan permainan dengan kartu.alat permainan edukati ciptaan Montessori memudahkan anak untuk mengingat konsep-konsep yang akan dipelajari anak tanpa terlalu banyak dibimbing. Alat permainan edukatif ciptaan Montessori meliputi alat timbangan, silinder dengan ukuran serial sepuluh ukuran, tongkat desimeter, gambar untuk dicontoh, bentuk segitiga, empat, enam yang dipecah-pecah, bentuk tiga dimensi, kerucut, kubus, prisma, dan bola, bujur telur, dan limas. Alat ini dirancang sedemikian rupa sehingga anak dapat memeriksa sendiri, berarti jika slah anak akan segera menyadarinya untuk segera ia perbaiki.

H. Teman Bermain
Selain alat permainan, anak juga membutuhkan teman bermain. Pada saat bayi sampai sebelum masuk Kelompok Bermain teman bermain yang utama adalah orang tua atau pengasuhnya sendiri. Mereka ini bukan hanya berfungsi sebagai teman bermain, tetapi juga sebagai alat permainan dan orang-orang yang membuat permainan. Misalnya apada usia sekitar 8 (delapan) bulan – (1) satu tahun, anak memegang hidung, mencoba menyentuh mata ibunya. Setelah besar sedikit, ayah atau ibunya bisa menjadi menjadi kuda untuk ditunggangi, orang tua membuat gerakan-gerakan lucu dan menyebabkan anak tertawa senang.
Peran orang tua atau pengasuh sebagai teman bermain sangat penting karena dengan demikian membantu anak menemukan kesenangan melalui bermain dengan alat-alat permainan, dengan orang lain, keajaiban yang ia temui, bahkan belajar bagaimana bermain sendirian. Pengalaman bermain dengan orang tua merupakan dasar untuk kegiatan bermain di kemudian hari. Anak yang mempunyai hubungan baik dengan ibu dan ayahnya akan lebih mudah bermain bersama orang lain.
Pada usia dini, anak belajar apakah keingintahuan anak akan ditanggapi secara baik atau tidak, apakah kemandirian anak didukung atau tidak dan apakah jika anak mencoba untuk melakukan sesuatu yang baru ia merasa aman atau tidak. Melalui bermain bersama orang tua, anak akan menemukan apakah orang-orang bersahabat dan hangat. Semuanya ini merupakan sebagian dari hal-hal yaang diperoleh anak melalui kegiatan bermain bersama orang tua.
Bila anak mempunyai saudara seperti kakak atau sepupu, mereka dapat berfungsi sebagai tean bermain anak. Kakak atau saudara lain bisa berperan sebagai model dan guru bagi anak, seringkali anak yang lebih besar tidak bosan-bosannya unttuk mengulang-ulaang apa yang mereka lakukan saat bermain dengan adik yang lebih kecil. Dengan demikian anak yang lebih kecil terdorong untuk mempelajari apa yang dilakukan kakaknya. Selain pengalaman yang menyenangkan, anak juga akan mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan dengan kakak, muncul pertengkaran dan ini merupakan hal yang wajar supaya anak belajar unttuk menghadapi kenyataan bahwa hubungaan tidak selalu aman-aman saja dan anak belajar bagaimana mengatasinya. Setelaah anak masuk sekolah Kelompok bermain atau Taman Kanak-Kanak, ia memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk bermain dengan teman sebayanya.
Selain orang tua, saudara dan tean sebaya, binatang peliharaan juga dapat berfungsi sebagai teman bermain. Tetapi sebelum memutuskan untuk memelihara binatang, perlu dikaji lebih dahulu dari segi keamanan, kebersihan, serta kesehatan anak dan waktu yang digunakan untuk merawat binatang tersebut. Binatang-binatang peliharaan sangat bervariasi, mulai dari burung, ikan, kura-kura, kelinci, kucing, maupun anjing. Dengan adanya binaatang peliharaan, anak belajar bertanggung jawab walaupun anak tidak bisa dituntut untuk merawatnya, namun dia dapat membantu orang tua. Anak dapat memperoleh pengalaman berharga dengan mengamati proses perkawinan, reproduksi binatang,induk yang menyusui anaknya dan kematian.


I. Jenis-jenis Permainan yang Selaras dengan Perkembangan Anak Usia Dini
Permainan untuk anak usia dini sangat banyak variasinya. Tidak ada batasan kapan permainan ini harus diterapkan sesuai usianya, tetapi yang penting permainan diterapkan dari yang sederhana sampai yang sulit atau yang benar-benar meningkatkan daya pikir anak. Kegiatan bermain untuk anak usia dini tidak perlu terlalu terpolakan dengan penuh masalah dan kerumitan. Pedoman utamanya ialah sebanyak mungkin semua kegiatan dikerjakan anak, diciptakan anak, tanpa terlalu banyak campur tangan pendidik (orang tua atau guru). Jenis-jenis permainan yang selaras misalnya:
1. Permainan manipulatif, yaitu memainkan alat-alat yang akan memberi kesempatan mengajarkan konsep. Dari warna, bentuk, ukuran, jumlah, bilangan, membandingkan, dan menyamakan.
2. Permainan imajinasi, yaitu mempersiapkan situasi profesional dengan berbagai atribut yang dimiliki profesi tersebut.
3. Permainan membaca, yaitu menggunakan alat untuk menyenangi membaca atau memulai mengadakan eksplorasi awal baca tulis.
4. Permainan membangun, yaitu memberi keempatan untuk membangun dengan berbagai bahan, balok, kardus, kayu, dan kotak kayu.
5. Permainan olahraga, yaitu beragam kegiatan bermain olah tubuh, estafet, permainan dengan nyanyian, dengan alat atau tanpa alat olahraga.
6. Permainan matematika, yaitu permainan hitung-menghitung, lotto, domino.
7. Permainan yang berhubungan dengan IPA, yaitu permainan mengenal flora dan fauna, kondisi alam sekitar.
8. Permainan rumahtangga, yaitu permainan dengan berbagai peran anggota keluarga dan situasi rumah.
9. Permainan keterampilan dan seni, yaitu permainan masak memasak, seni musik, keterampilan seni.
10. Permainan jual-beli, yaitu permainan dengan menggunakan situasi toko, supermarket, kedai, bank, pasar, dan lain-lain.
11. Permainan pasir dan air, yaitu permainan yang memanfaatkan pasir dan air dengan segala peralatan yang terkait.

E. Bentuk-bentuk Kegiatan Bermain
Kegiatan bermain menurut jenisnya dapat terbagi menjadi dua yaitu kegiatan bermain aktif dan kegiatan bermain pasif. Kegiatan bermain aktif usia dini banyak dilakukan pada masa usia 3-4 tahun, sedangkan kegiatan bermain pasif lebih mendominasi kegiatan pada akhir masa kanak-kanak. Tetapi tidak berarti bahwa kegiatan bermain aktif akan menghilang dan digantikan oleh kegiatan bermain pasif sebab kegiatan kedua jenis kegiatan bermain ini selalu ada bersama, hanya penekanannya yang berbeda. Beberapa bentuk kegiatan bermain aktif antara lain;
1. Bermain bebas dan spontan
Kegiatan bermain ini dilakukan di mana saja, dengan cara apa saja, dan berdasarkan apa yang ingin dilakukan. Maksudnya tidak ada aturan permainan yang harus dipatuhi anak selama ia suka, ia bebas melakukannya.anak melakukan kegiatan bermain ini bila menemukan adanya sesuatu yang baru dan berbeda dari apa yang biasa dilihatnya. Atau bisa saja anak asyik bermain bebas dengan mainan baru yang mengundang rasa ingin tahu anak. Kalau mainan tersebut menyenangkan dan menantang anak untuk tahu lebih banyak, maka makin banyak pula waktu yang digunakan untuk bermain bebas. Kegiatan bermain ini umumnya banyak dijumpai pada anak usia antara 3 bulan sampai sekitar 2 tahun. Misalnya, bayi akan asyik mengamati kerincingan yang digantungkan di atas tempat tidurnya. Bayi akan mencoba meraih kerincingan itu atau kakinya menendang-nendang tempat tidurnyaa sehingga kerincingan bergerak serta menimbulkaan suara-suaraa tertentu.
2. Bermain konstruktif
Kegiatan bermain ini menggunakan berbagai benda yang ada untuk menciptakan suatu hasil karya tertentu. Yang termasuk kegiatan bermain ini misalnya menggambar, mencipta bentuk tertentu dari lilin mainan, menggunting dan menempel kertas atau kain, dan merakit kepingan kayu atau plastik. Berbagai manfaat bisa diperoleh melalui kegiatan bermain ini, antara lain mengembangkan kemampuan anak untuk berdaya cipta (kreatif), melatih keterampilan motorik halus, melatih konsentrasi, ketekunan, dan daya tahan. Jika anak berhasil, akan menimbulkan rasa puas mendapat penghargaan sosial (pujian dari orang lain) yang akan meningkatkan keinginan anak bekerja lebih baik lagi.
3. Bermain peran
Kegiatan bermain peran adalah kegiatan dengan pemberian atribut tertentu terhadap benda, situasi dan anak memerankan tokoh yang ia pilih. Apa yang dilakukan anak tampil dalam tingkah laku yang nyata dan dapat diamati dan biasanya melibatkan penggunaan bahasa. Kegiatan bermain peran ini disukai dan sering dilakukan anak usia 2-7 tahun. Dalam kegiatan bermain peran ini anak melakukan impersonalisasi terhadap karakter yang dikagumi atau ditakutinya baik yang ditemui dalam hidup sehari-hari maupun tokoh yang ia tonton dari film. Awalnya kegiatan bermain peran lebih bersifat reproduktif atau merupakan pengulangan dari apa yang dilihat atau dialami anak dan dilakukan sendirian. Dengan meningkatnya usia kegiatan bermain peran lebih bersifat produktif karena dari segi perkembangan kognisi, anak sudah lebih mampu mengkreasikan ide-ide yang original dan dengan adanya teman bermain biasanya anak akan bermain peran bersama temannya. Manfaat bermain peran ini bagi anak adalah untuk membantu penyesuaian diri anak. Dengan memerankan tokoh-tokoh tertentu anak belajar tentang aturan-aturan atau perilaku apa yang bisa diterima oleh orang lain, baik dalam peran sebagi ibu, ayah, guru, murid, dokter atau profesi lainnya. Anak juga belajar untuk memandang suatu masalah dari kacamata tokoh-tokoh yang diperankan sehingga diharapkan dapat membantu pemahaman sosial pada diri anak.
4. Mengumpulkan Benda-benda
Kegiatan bermain ini dijumpai pada anak usia sekitar 3 tahun. Anak-anak mengumpulkan barang-barang yang menarik minatnya. Anak merasa puas jika hasil koleksinya bisa melebihi temannya. Bila anak mulai mempunyai teman bermain, maka mereka akan saling bertukar koleksinya dengan teman. Pada awalnya anak-anak senang mengumpulkaan benda yang dijumpai bukan karena harganya yang mahal atau bentuknya bagus, tetapi anak hanya senang melakukan kegiatan mengumpulkan saja. Seringkali benda-benda itu akhirnya terlupakan oleh anak. Sejak anak memasuki usia 6 atau 7 tahun maka mereka senang mengumpulkan barang-barang tertentu misalnya mengumpulkan perangko, gambar-gambar tertentu, kartu dari tokoh-tokoh film kartun, atau artis dan tokoh olahraga ternama.
5. Melakukan Penjelajahan (Eksplorasi)
Kegiatan eksplorasi dijumpai pada aktivitas seperti karya wisata, rekreasi ke tempat-tempat yang akan memberikan pengalaman-pengalaman baru bagi anak. Saat bayi, anak melakukan penjelajahan yang dikenal dengan bermain bebas dan spontan. Pada anak yang usianya lebih besar eksplorasi dilakukan secara terencana dan ada pengaturannya karena biasanya melibatkan sekelompok teman. Sebaiknya ada orang yang mengarahkan dan membimbing anak. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari bermain eksplorasi adalah menambah pengetahuan anak dan mendorong anak untuk mencari tahu hal-hal yang baru, mendukung kepribadian yang positif misalnya bersikap tenang menghadapi masalah, bersikap sportif dan percaya diri. Manfaat lainnya dari menjelajah ini adalah sebagai alat bantu bagi anak untuk bersosialisasi atau menyesuaikan diri dengan teman-teman. Anak berada jauh dari orang tua yang biasanya melindungi serta membimbingnya maka ia perlu belajar menyesuaikan diri terhadap harapan-harapan teman.
6. Permainan (games) dan Olahraga
Permainan dan olahraga adalah kegiatan bermain yang ditandai aturan serta persyaratan yang disetujui bersama. Olah raga selalu berupa kegiatan fisik sedangkan permainan bisa berupa kegiatan fisik atau kegiatan mental. Permainan dilakukan dalam bentuk permainan individual, bersama teman, beregu, dan permainan dalam ruang maupun di luar ruang. Dalam permainan ini anak dapat menilai dirinya sendiri maupun ketrampilan-ketrampilan yang dikuasainya secara nyata dengan membandingkan dengan anak lain yang sebaya. Anak yang kurang diterima oleh teman-temannya lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga atau orang tuanya, yang umumnya bersikap lebih longgar ataupun banyak mengalah pada anak.
7. Musik
Kegiatan bermain musik misalnya bernyanyi, memainkan alat-alat musik, atau melakukan gerakan-gerakan atau tarian yang diiringi musik. Bernyanyi merupakan kegiatan yaang paling banyak dilakukan karena tidak menuntut keahlian memainkan alat musik tertentu. Manfaat yang diperoleh dari kegiatan ini adalah untuk ekspresi diri daan memupuk rasa percaya diri pada anak. Karena ia mampu bernyanyi atau memainkan alat musik tertentu, mereka dapat menyenangkan diri sendiri, sekaligus belajar untuk menjadi kreatif jika kegiatan ini bermain bersama teman maka anak dapat belajar bekerjasama.
Beberapa kegiatan bermain pasif antara lain:
1. Membaca
Membaca termasuk kegiatan bermain pasif pada anak usia dini dengan cara dibacakan cerita oleh orang tua atau orang lain atau membaca sendiri. Manfaat psikologis dari kegiatan membaca yaitu anak lebih percaya diri dan lebih mandiri. Tidak perlu menggantungkaan diri pada orang lain jika anak sudah bisa membaca untuk memperoleh hiburan dan mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya, memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan kepribadian anak dikemudian hari.
2. Melihat komik
Kegiatan bermain ini yaitu anak melihat kartun bergambar dimana unsur-unsur gambar lebih penting dari ceritanya. Anak usia dini umumnya menyukai komik yang terdiri dari tokoh binatang seperti Donal Bebek, Miki Tikus, Tom Jerry, dan sebagainya. Komik banyak digemari anak-anak karena tanpa membaca tulisannya atau tanpa ada tulisanpun seseorang sudah dapat menangkap ceritanya dan tidak usah bersusah payah untuk membaca uraian yaang tercantum dalam buku.
3. Menonton Film
Adanya kemajuan teknologi, anak-anak dapat menikmati film tidak hanya di bioskop, tetapi juga di rumah baik melalui acara yang ditayangkan di Televisi maupun memutar video tape atau compact disc. Sebagai dampak dari kemajuan teknologi tersebut, anak mempunyai kesempatan lebih besar untuk menonton film tanpa pergi ke bioskop atau menunggu tayangan film di bioskop. Mulai usia 3 sampai 6 tahun terdapat peningkatan yang cukup tajam dalam jumlah waktu yang digunakan untuk menonton televisi. Televisi dapat dianggap sebagai pengganti pengasuh anak karena anak menjadi asyik sendiri tanpa perlu terlampau banyak diawasi oleh orang tua.
4. Mendengarkan radio
Kegiatan ini cukup digemari pada masa lalu, tetapi setelah ditemukan televisi acara mendengarkan radio menjadi tidak populer lagi. Mendengarkan radio kurang disukai anak-anak kecil pada saat ini karena mereka lebih menyukai untuk menonton televisi atau VCD. Pada kegiatan mendengarkan radio anak usia dini menyukai program cerita anak-anak yang menyangkut binatang ataupun cerita-cerita tentang orang-orang yang melakukan pekerjaan yang cukup dikenal anak misalnya tukang sayur, pak tani, dokter, guru, dan sebagainya.

5. Mendengarkan Musik
Kegiatan mendengarkan musik dinikmati bayi sebagai suatu hal yaang dapat menghibur dan menyenangkan. Musik dapat didengar melalui siaran radio, TV, ataupun pita/rekaman lagu. Dengan meningkatnya usia, anak lebih gemar mendengarkan musik dan memuncak saat remaja. Kegiatan mendengarkan musik akan membawa pengaruh positif pada anak usia dini seperti menyenangkan diri sendiri, menenangkan perasaan yang tidak nyaman, sebagai penyaluran emosi anak karena anak bisa terhanyut dalam lagu yang didengarnya.


DAFTAR PUSTAKA

Ikhwan Fauzi. 2003. Cerdaskan anak dengan Bermain. Cn/dwpp/Ikhwan. 3 Maret 2006.

Mayke S. Tedjasaputra. 2001. Bermain, Mainan, dan Permainan untuk Pendidikan Usia Dini. Jakarta: PT Grasindo.

Sri Widiyaretno. 2002. Peran Orang tua dalam membangkitkan Potensi Anak. www.dwp-or.id. 20 Mei 2005.

Yani Mulyani dan Juliska Gracinia. 2005. Belajar di Rumah untuk Anak Usia Pra-Sekolah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

-------. Pengaruh Permainan pada Perkembangan Anak . Dikutip dari temu Ilmiah Tumbuh Kembang Jiwa anak dan remaja. Iqeq.web.id. 3 Maret 2006.










.